Menjadi seorang presiden tentu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi diri dan tentunya keluarga. Meskipun tanggung jawab yang diemban tidaklah ringan, tetapi feedback yang didapatkan juga tidaklah kecil. Feedback paling jelas terlihat tentu saja adalah popularitas yang menjulang tinggi, sehingga semua orang di negara yang dipimpin pastilah akan mengenali.
Tetapi hal tersebut berlaku hanya ketika jabatan presiden yang diemban itu diakui oleh negara dan tentu saja oleh rakyatnya. Karena jika tidak diakui maka jangankan popularitas, imbal jasa yang pantas pun kiranya tidak akan didapatkan. Hal tersebut kiranya merupakan hal yang dialami oleh dua orang hebat asal Indonesia yang sempat mencicipi jabatan presiden tetapi namanya bahkan tidak pernah tertulis sebagai presiden Indonesia di buku-buku pelajaran sekolah.
Presiden Di Masa Indonesia Tak Berbentuk Republik
Rupanya alasan mengapa dua orang yang dimaksud tadi tidak tercantum sebagai presiden di buku-buku pelajaran sekolah adalah karena jabatan presiden yang merek emban bukanlah jabatan definitif, tetapi pengganti semata. Sehingga dapat dikatakan bahwa jabatan presiden yang dimaksud tidak sejajar dengan presiden-presiden yang selama ini diketahui. Untuk lebih jelasnya terkait kedua orang presiden Indonesia yang dimaksud di atas akan dibahas secara lebih dalam pada pembahasan berikut ini.
-
Syafruddin Prawiranegara
Tokoh yang pertama ini memang anehnya tidak begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia, padahal beliau selain pernah menjadi presiden juga merupakan tokoh penting dalam membuat Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Beliau merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan yang sempat ditugaskan oleh bung Karno dan juga bung Hatta untuk membentuk PDRI alias Pemerintahan Darurat RI.
Pasalnya pada saat itu kerajaan Belanda melakukan agresi militer yang kedua pada tahun 1948. Yogyakarta dan Bukit tinggi yang merupakan daerah vital diserang oleh tentara Belanda bahkan hingga menangkap Presiden Soekarno dan tentu saja Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk kemudian dikirimkan ke pengasingan yaitu ke Pulau Bangka.
Bung Hatta ternyata telah menduga hal tersebut sebelumnya sehingga segera memberi perintah kepada Syafruddin Prawiranegara untuk melanjutkan pemerintahan sementara, supaya tak terjadi kekosongan kekuasaan.
Kepemimpinannya sebagai presiden pengganti di masa darurat berbuntut manis, pasalnya berkat usaha keras Pemerintah Darurat, Belanda akhirnya terpaksa melakukan perundingan dengan Indonesia. Hingga akhirnya pada 13 Juli 1949, dilaksanakan sidang antara PDRI dengan Bung Karno, Bung Hatta dan juga sejumlah menteri dari kedua kabinet. Ujungnya adalah Perjanjian Roem-Royen yang sekaligus mengakhiri usaha Belanda untuk merebut kembali Indonesia yang sudah menyatakan merdeka. Syafruddin mengembalikan mandat dari sebagai presiden PDRI secara resmi kepada pemerintah RI saat itu yang tepatnya terjadi pada tanggal 14 Juli tahun 1949 di Jakarta.
Karena alasan jabatan presiden yang diemban Syarifuddin Prawiranegara yang hanya presiden pemerintahan darurat yang mana hanya menggantikan sementara presiden yang sedang berhalangan, itulah sebab tidak tercantumnya nama beliau dalam daftar nama presiden yang pernah memerintah Indonesia.
-
Assaat
Selain Syafruddin Prawiranegara ada pula tokoh lain yang juga pernah menduduki jabatan sebagai Presiden Indonesia, beliau adalah Mr. Assaat. Beliau memimpin RI hanya selama 9 bulan saja tepatnya 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950.
Pasca Konferensi Meja Bundar atau yang lebih populer dikenal sebagai KMB pada 27 Desember tahun 1949, Mr. Assaat diperintahkan untuk menjadi Pelaksana Tugas jabatan Presiden Republik Indonesia yang bertempat di Yogyakarta. Pasalnya Bung Karno saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia serikat yang berada di atas Republik Indonesia. Beliau mengakhiri tugasnya sebagai presiden Republik Indonesia karena pemerintahan RIS dibubarkan, atau lebih tepatnya bentuk negara kembali ke bentuk negara Kesatuan, bukan lagi serikat.
Negara-negara bagian yang tadinya berada di bawah RIS, termasuk Republik Indonesia memutuskan untuk melebur kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga otomatis jabatan pemimpin tertinggi yaitu presiden Republik Indonesia, kembali dijabat oleh bung Karno.
Usai mengakhiri jabatan presiden RI masa RIS, beliau menjadi anggota parlemen sampai masuk ke dalam Kabinet Natsir untuk menjadi seorang Menteri Dalam Negeri. Setelah itu, beliau kembali lagi menjadi anggota dewan perwakilan rakyat alias Parlemen.
Upaya Mengenalkan Nama Syafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat
Meski secara resmi tidak dapat dikatakan kedua tokoh di atas menjabat presiden republik Indonesia seperti presiden-presiden yang dikenal sekarang, tetapi tentu jasa mereka tidak boleh dilupakan. Itulah yang membuat pemerhati sejarah seringkali menyinggung perihal tersebut.
Untunglah banyak respons positif yang datang dan mulai banyak pula bahasan-bahasan tentang kedua tokoh di atas baik dalam buku-buku sejarah umum maupun buku-buku pelajaran. Tujuannya tentu mengenalkan generasi mendatang tentang dinamika perkembangan negaranya yang pernah beberapa kali menggunakan jasa presiden pengganti. Hal tersebut sejalan dengan pesan bung Karno bahwa jangan sampai sekalipun melupakan sejarah.